Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Sabtu, 16 November 2013

DAMPAK KETUNANETRAAN

1.     Dampak terhadap Kognisi
Kognisi adalah persepsi individu tentang orang lain dan obyek-obyek yang diorganisasikannya secara selektif. Respon individu terhadap orang dan obyek tergantung pada bagaimana orang dan obyek tersebut tampak dalam dunia kognitifnya. Setiap orang mempunyai citra dunianya masing-masing karena citra tersebut merupakan produk yang ditentukan oleh factor-faktor berikut:
1. Lingkungan fisik dan sosisalnya.
2. struktur fisiologisnya
3. keinginan dan tujuannya
4. pengalaman-pengalaman masa lalunya.
Dari keempat factor yang menentukan kognisi individu tunanetra menyandang kelainan dalam struktur fisiologisnya, dan mereka harus menggantikan fungsi indera penglihatan dengan indera-indera lainnya untuk mempersepsi lingkungannya. Banyak di antara mereka tidak pernah mempunyai pengalaman visual, sehingga konsepsi orang awas mereka tentang dunia ini sejauh mungkin berbeda dari konsepsi orang awas pada umumnya.

2.     Dampak terhadap Keterampilaan Sosial
Peran orang tua sangat penting dalam perkemabangan anak tunanetra. Akibat ketunaan yang dialami tidak jarang orang tua merasa malu dan tidak menerima keadaan yang dialami oleh sang anak. Tidak jarang hal ini sering menimbulkan permasalahan pada kedua orang tuanya, dan bisa memicu perceraian. Namun jika kedua orang ua bisa saling menerima keadaan sang anak itu bisa berdampak baik pada perkembangan si anak sendiri. Pada umumnya orang tua akan mengalami masa duka akibat kehilangan anaknya yang “normal” itu dalam tiga tahap; tahap penolakan, tahap penyesalan, dan akhirnya tahap penerimaan, meskipun untuk orang tua tertentu penerimaan itu mungkin akan tercapai setelah bertahun-tahun. Proses “duka cita” ini merupakan proses yang umum terjadi pada orang tua anak penyandang semua jenis kecacatan. Sikap orang tua tersebut akan berpengaruh terhadap hubungan di antara mereka (ayah dan ibu) dan hubungan mereka dengan anak itu, dan hubungan tersebut pada gilirannya akan mempengaruhi perkembangan emosi dan social anak.

3.      Dampak terhadap Bahasa
Pada dasarnya perkembangan bahasa pada anak tunanetra tidak jauh berbeda dengan anak awas pada umumnya. Mereka bisa berkomunikasi dengan baik dengan mereka yang awas. Dalam belajar berkomunikasi mereka sama-sama mendengarkan.

4.      Dampak terhadap Orientasi dan Mobilitas
Kemampuan yang paling berpengaruh pada tuna netra adalah pada saat bermobilitas yaitu kemampuan bergerak secara leluasa.  Ketrampilan mobilitas ini sangat terkait dengan kemampuan orientasi, yaitu kemampuan untuk memahami hubungan lokasi antara satu obyek dengan obyek lainnya di dalam lingkungan (Hill dan Ponder,1976). Para pakar dalam bidang orientasi dan mobilitas telah merumuskan dua cara yang dapat ditempuh oleh individu tunanetra untuk memproses informasi tentang lingkungannya, yaitu dengan metode urutan (sequncial mode) menggambarkan keadaan sekitar dengan titik-titik lingkungan tersebut secara berurutan. Ataupun dengan peta konsep yakni  gambar antopografis tentang hubungan secara umum antara berbagai titik di dalam lingkungan.. Metode peta kognitif lebih direkomendasikan karena cara tersebut menawarkan fleksibilitas yang lebih baik dalam menavigasi lingkungan. Akan tetapi, metode konseptualisasi ruang apapun , metode urutan ataupun metode peta kognitif- individu tunanetra tetap berkekurangan dalam bidang mobilitas dibandingkan dengan sebayanya yang awas.
Untuk membentuk mobilitas itu, alat bantu yang umum dipergunakan oleh orang tuna netra di Indonesia adalah tongkat, sedangkan di banyak negara barat penggunaan anjing penuntun (guide dog) juga populer. Dan penggunaan alat elektronik untuk membantu orientasi dan mobilitas individu tunanetra masih terus dikembangkan. Agar anak tuna netra memiliki rasa percaya diri untuk bergerak secara leluasa di dalam lingkungannya bersosialisasi, mereka harus memperoleh latihan orientasi dan mobilitas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Popular Posts

Cute Purple Pencil